top of page

Taylor Swift Midnights Review

  • Writer: Ari W.P
    Ari W.P
  • Nov 13, 2022
  • 9 min read

Updated: Nov 22, 2022





Kalau nggak bikin jatungan, nggak Taylor Swift namanya. Pertamakalinya proyek album TS10 dengan judul Midnights diumumkan ke publik pada panggung VMA 2022. Dua bulan kemudian, Taylor resmi kembali ke genre Pop, namun dengan pendewasaan dan lebih solid dari 3 album pop terdahulunya. Kali ini mengusung genre synth-pop dengan pengaruh alt-like songwriting, Taylor berhasil menunjukkan dunia bahwa album pop mainstream tetap bisa mempunyai kualitas yang nggak main-main. Ada 13 tracks dari album regulernya, dengan another surprise "Midnights (3 am edition)" dengan tambahan 6 bonus tracks.



Lavender Haze.

Begitu dengerin track ini untuk pertamakalinya, Lavender Haze mengingatkan gue pada I Think He Knows dari album Lover, but better dan lebih dewasa. Fun fact, Lavender Haze adalah slang untuk jatuh cinta yang sering digunakan di era 50'an. Taylor sendiri mengungkapkan kalau doi mengetahu slang ini setelah menonton series Mad Men. Dibuka dengan "Meet me at midnight" dan dilanjutkan dengan lirik "Staring at the ceiling with you," liriknya khas Taylor banget. Menceritakan bagaimana Taylor dan Joe Alwyn mengindahkan rumor-rumor pernikahan, putus tunangan bahkan kehamilan yang ada di internet dan melindungi apa yang ada dan benar-benar nyata didalam hubungan tersebut. Lavender Haze jadi opening track yang cukup kuat, solid untuk memperkenalkan album ini ke pendengarnya.



Maroon.

Dilihat dari judulnya dan posisinya bertengger sebagai track 2, rasanya Maroon pantas jadi semacam paralel atau bahkan sequel dari lagu Red. Konsep akan cinta yang Taylor lihat 10 tahun lalu adalah merah berkobar, passionate, menegangkan, dan menyakitkan. Namun di Maroon, pendekatannya lebih dewasa dan memilih berdamai dengan memori dari hubungan masa lalu, namun bukan berarti harus dilupakan karena memori tersebut begitu suci, penting yang Taylor ibaratkan sebagai sebuah legacy (warisan). Sejalan dengan lirik "It's a real fucking legacy" pada bridgenya.


Si narator sepertinya sudah nggak

berkomunikasi sama sekali dengan subjek/mantan kekasihnya, dilihat dari lirik "The rust that grew between telephones". Slow-pace, diiringi dengan hi-hat yang jadi instrumen utama di chorusnya. Ngomong-ngomong soal chorus, lirik "The one I was dancing with in New York, no shoes" seakan jadi paralel ke lirik Holy Ground, dan All Too Well yang sama-sama nge-mention kalau mantan sejoli ini pernah menari di kota New York. Penggambaran keadaan, rhyming, Maroon bisa jadi kembarannya Blank Space―yang juga merupakan track 2 di album 1989. Romantis, menyedihkan, elegan at the same time. Sesuai dengan namanya, Maroon (merah marun) adalah bagian dari warna merah yang lebih tua, gelap. Warna maroon seringkali diasosiasikan dengan elegance, depth, intens, dan relaksasi. Seperti produksi dari lagunya yang tetep relaxing dan chill walaupun beatnya cukup heavy. Kalau bisa diibaratkan dengan tekstil, Maroon adalah beludru/velvet.


If Dress is in 1989 with Red-ish lyricism, you will get Maroon.



Anti-Hero.

Sebagai single utama dari Midnights, Anti-Hero berpotensial (edit: menjadi) lagu mainstream pop yang nggak sekadar enak didengar dan catchy tapi punya arti yang cukup sensitif. Hal ini nggak jadi barang baru di industri musik pop, tapi dengan tren lagu tiktok yang sebelas-dua belas dengan lagu meme, ini jadi angin segar untuk kebanyakan orang.


Taylor benar-benar transparan tentang insecurities, kesehatan mentalnya, dan eating disordernya di lagu Anti-Hero. Taylor sangat jenius ketika dia membuat lagu yang bermain dengan omongan haters. Lirik "It's me! Hi! I'm the problem" mengangguk sinis pada narasi populer haters pada 2011-2012 lalu; "Mungkin Taylor harus membuat lagu tentang dirinya sendiri yang berjudul 'Maybe I'm the Problem'" dikarenakan kisah cintanya yang rumit. Ketika verse pertama fokus pada topik depresinya, verse kedua mengungkap perasaan Taylor yang kurang mampu beradaptasi dengan keadaan sosialnya dengan lirik:


Sometimes I feel like everybody is a sexy baby

And I'm a monster on the hill

Too big to hang out


  1. Sexy baby merupakan referensi ke:

    1. Sitkom 30 Rock, Dalam season 5 episode 16, karakter Tina Fey, Liz Lemon, mempekerjakan seorang komikus bernama Abby sebagai tambahan di ruang penulis, tetapi ditunda oleh gaya dan sikap Abby. Kemudian Liz mengkonfrontasi Abby tentang penampilan dan suara bayinya, "Kamu bisa menyudahi akting kayak bayi yang seksi." Abby menjawab dengan penuh kenangan, "Bayi seksi bukanlah sebuah akting, Saya adalah bayi yang sangat seksi."

    2. Istilah untuk seseorang yang mengadopsi charm atau image mereka dari menjadi seksi dan kekanak-kanakan pada saat yang bersamaan.


2. Referensi ke:

  1. Taylor merasa dengan statusnya sebagai Global Icon, dan keterkenalannya, dia akan sulit untuk relate, bergabung, nongkrong dengan teman-temannya yang non-selebriti di ruang publik.

  2. Lingkungan Selebriti, penyanyi-penyanyi yang satu angkatan dengan Taylor sudah mulai memudar popularitasnya, Taylor juga merasa nggak bisa relate ataupun sefrekuensi dengan penyanyi-penyanyi sexy baby karena punya perbedaan dan era yang cukup jauh.

Anti-Hero benar-benar peak self-scrutiny tanpa glamorizing masalah-masalah mentalnya.



Snow On The Beach.

Lana Del Rey berhasil memberikan performa yang brillian walaupun sebagian besar bagiannya hanya harmonizing dengan vokal Taylor. Walaupun begitu, influence Lana di lirik lagu dan komposisi Snow On The Beach sangat terlihat. Terutama pada post-chorus. Perpaduan vocals kedua songwriters paling hebat digenerasi sekarang ini beneran bikin feeling lagunya lembut dan segar.


Menjadi salah satu lagu yang paling diantisipasi, Snow On The Beach berhasil menjadi lagu kolaborasi musisi perempuan dengan jumlah stream paling banyak dalam satu hari, yaitu 15 juta streams. Menurut Taylor, lirik lagunya menggambarkan perasaan seseorang yang mengetahui bahwa orang yang disukainya, menyukainya balik tanpa disangka-sangka pada waktu yang sama. Sedikit recall ke record Taylor beberapa tahun lalu, lagu ini bagai paralel ke You Are In Love, dimana sama-sama memiliki produksi yang minimalis dan menganggap jatuh cinta itu "tidak berbunyi".



You're On Your Own Kid.

As we all know, Taylor has her thing with track 5. Biasanya, track ke-5 dari setiap album Taylor adalah lagu yang paling personal, paling bikin mewek. Sayangnya hal ini kurang berhasil pada album Midnights. Dengan aransemen dan nada yang nggak begitu mellow, namun juga nggak begitu upbeat, You're On Your Own, Kid terasa cukup repetitif kalau kita nggak fokus ke liriknya. You're On Your Own, Kid jadi pengingat buat para pemudi yang memiliki keinginan untuk punya kehidupan sosial, romansa yang sempurna, namun kenyataanya berkebalikan dan we have to accept that. Di lagu ini Taylor juga menyinggung soal eating disorder (ED), kerja kerasnya yang dirampas (persoalan mastersnya), jokes seksis, misoginis. Tapi Taylor membuat sebuah twist di lirik "The jokes weren't funny" yang mengarah ke keadaan dimana Taylor seringkali menjadi bahan olok-olok di award shows oleh MCnya tentang love lifenya. Indeed, the jokes weren't funny, tapi Taylor jenius, bisa memanfaatkan image heartbreaker-nya dengan lirik "I took the money". Seperti Taylor men-cuan-kan image yang media dan publik bentuk terhadap dirinya dengan kesuksesan lagu-lagu bernada sarkas seperti Blank Space atau Anti-Hero.



Midnight Rain.

Ini lagu paling bukan-Taylor dari Taylor. Reverb diawal lagu yang nantinya jadi chorus pertama dan pre-bridge/outro jadi karakteristik khas dari Midnight Rain. Seperti lagu non-single Taylor seperti biasa, penggambaran dilirik lagunya nggak perlu dipertanyakan lagi sebagus apa. Asumsinya lagu ini adalah lagu biografikal Taylor. Melepas seseorang karena ingin mengejar karir, ketika si pasangan ingin berumah tangga. Menyakitkan, namun rasa sakitnya seakan jadi kenikmatan sendiri. Selain itu, peristiwa ini terjadi di bulan Desember yang diberi hint dari lirik "Holiday, peppermint candy". Hubungannya dengan mantan kekasihnya ini terasa lama, menyenangkan, namun nyatanya nggak selama yang dibayangkan yang diferensikan di lirik "My boy was a montage". Bukan menyesal sih, tapi lebih ke calling back ke Lirik Midnight Rain seakan mengambil inspirasi dari gaya lirik album Red.


Vokal Taylor dengan reverb yang drastis jadi bagian yang super standout dari awal lagu sampai pre-bridge. Kalau kata Swifties, first listen Midnight Rain berasa dikasih jumpscare. Midnight Rain menjadi lagu pop perfect untuk malam hari.



Question..?

Taylor suka banget nambahin "..?" atau "..." ke judul lagunya. Uniknya, tiap lagu yang punya kesamaan ini punya genre yang berbeda jauh. I Heart..? yang super yee-haw dan ...Ready For It? yang trap-EDM. Question..? menceritakan seseorang yang berandai-andai apakah pacar baru si mantan akan diperlakukan dengan baik? Apakah si mantan akan melakukan kesalahan yang sama? Banyak fans yang berspekulasi ini merupakan kelanjutan dari Out Of The Woods karena lagunya diawali dengan kata "I remember" yang mirip banget sama lirik Out Of The Woods, cuma di Question..?, "I remember" ini direverb. Question..? jadi narasi yang lebih selfless daripada Out Of The Woods, dimana si narator cendrung mementingkan perasaan the new girlfriend ketimbang menyayangkan bagaimana hubungannya bisa berakhir secepat itu.



Vigilante Shit.

Reputation vault track? Sekuel dari No Body No Crime? Narator buka-bukaan tentang campur tangannya dalam proses perceraian sebuah pasangan. Bukan sebagai orang ketiga, tapi sebagai narasumber buat si istri yang diselingkuhi. Menyediakan bukti-bukti bahwa suaminya selingkuh dan sepertinya membantu sang istri buat mendapatkan hak asuh anak, harta-harta, dan mobil Mercedes-Benz suaminya. Kuat dugaannya pasangan yang dimaksud adalah Scooter Braun dan mantan istrinya, Yael Cohen. Braun diduga kuat mulai berselingkuh dengan bintang reality show "The Housewives of Beverly Hills", Erika Jayne pada 2020 ketika bintang THBH lainnya, Dana Wilkey mempost screenshot DM Instagram dari seorang temannya yang mengklaim Braun dan Jayne diam-diam berpacaran. Ditambah dengan rumor sebenarnya behind the closed doors, Cohen tidak menyukai tindakan Braun (yang membeli masters Taylor--yang akhirnya merugi karena Taylor yang memutuskan untuk rerecording).


Ini bukan lagu pertama yang diduga menjadi potongan kisah perceraian Braun-Cohen. Mad Woman dari album folklore pernah menyentil dengan lirik "The master of spin has a couple side flings Good wives always know". Master of Spin mengacu pada dimana dia sempat menjadi pemilik masters Taylor. Vigilante Shit menjadi lagu yang paling tidak sonically cohesive sepanjang tracklist Midnights.



Bejeweled.

Apa jadinya ketika Taylor yang selama dua tahun penuh menghabiskan musical path-nya in the woods dan memutuskan untuk getting out of the woods dan balik ke glamor-shiny-shimmerynya dunia pop? Namun dengan kondisi yang jauh lebih stabil dan berbeda. Pede akan kesuksesannya tanpa harus musingin kestabilan relationshipnya, Taylor kali ini pinter milih single kedua dari album ini. Trend dance Bejeweled karya Mikael Arellano membantu performa streaming Bejeweled di platform streaming musik.


"And I miss you,

But I miss sparkling!"


Taylor sadar akan pengaruhnya sebagai popstar. Mau seberapa lama-pun berkecimpung dalam genre folk, indie, alternative, Taylor akan selalu mempunyai pengaruh yang besar di dunia pop. Menyinggung bagaimana dalam beberapa tahun Taylor selalu menjadi topik utama media, "Familiarity breeds contempt" menjadi anggukan Taylor kalau hal yang terlalu familiar, terlalu sering terlihat, terlalu sering diliput akan membuat orang-orang eneg. Maka dari itu, pengasingan Taylor ke folk-indie-alternative landscape selama dua tahun adalah langkah tepat dalam public persona Taylor.



Labyrinth.

Ketika seseorang jatuh cinta, kita akan mengalami beberapa fase realization. Denial, rational thinking, panic dan acceptance. Selain takut hubungannya akan gagal, Taylor juga takut kena hujat publik lagi setiap kali hubungannya kandas. Semua ini jadi pertimbangan apakah Taylor akan mengambil resiko akan jatuh cinta? Apakah Taylor siap akan konsekuensinya apabila hubungannya kandas?


[Denial]

"It only hurts this much right now"

Was what I was thinkin' the whole time

Breathe in, breathe through, breathe deep, breathe out

I'll be gettin' over you my whole life


[Anger]

You know how scared I am of elevators


[Rational thinking]

It only feels this raw right now


[Panic]

Uh-oh, I'm fallin' in love


[Acceptance]

Oh, I'm fallin' in love



Sweet Nothing.

Tracklistnya menarik, setelah dari fase "Waduh gimana nih, kayaknya aku jatuh cinta", lanjut ke fase "Aduh dia gemes deh, romantis banget". Sweet Nothing bagaikan Call It What You Want-nya Midnights. Dengan instrumen minimalis, lirik yang sedikit ironi namun romantis, Sweet Nothing diartikan sebagai hal-hal kecil, hal-hal yang dianggap biasa, namun karena terjadinya konsistensi didalamnya, menjadi romantis. Kayak ketika Taylor menulis puisi, pacarnya, Joe selalu memuji dengan "What a mind". Mungkin bagi sebagian orang menganggap dipuji pasangan adalah hal biasa, tapi buat sebagian orang, pujian-pujian kecil ini berasa dihargai. Ketika orang-orang dimasa pandemi sibuk dengan dirinya masing-masing, Taylor jarang manggung dan lebih sering menghabiskan waktunya sama orang-orang terdekat, membuat Taylor ngeh, hal-hal kecil semacam bisa bareng pasangan terus, bisa hangout-ngedate bareng di dapur adalah kegiatan, tindakan yang sweet.



Mastermind.

Like it or not, Taylor itu wanita yang cerdas. Dengan segala public scrutiny yang dihadapi lebih dari satu dekade, kali ini, dengan hubungan bersama Joe, Taylor is coming back stronger than the 90s trend. Kalau dulu Taylor lebih sering mengikuti alur hubungannya kemana, kali ini Taylor punya rencana yang lebih matang, wise, dan mantap untuk tau hubungan ini mau dibawa kemana. Tema ini juga dibawa di lagu Lover dengan lirik, "All’s well that ends well to end up with you".


Well, memang benar ya, kalau orang udah ketemu sama The One-nya, mereka akan langsung tau. Congrats buat Taylor yang berhasil menemukan Romeo-nya dan hidup bahagia setelah semua yang dilaluinya.




Final Thoughts


Sempet ragu dengan Midnights karena photoshootnya yang 70an banget. Secara gue kurang selera dengan lagu-lagu pop 2010s-2020s yang 70s inspired. Sempet ngira kalau ini lagu bakal full ballad (atau minimal soft-rock kayak lagu-lagu Carole King yang Taylor sempet nyanyiin beberapa bulan sebelum pengumuman album Midnights) karena deskripsi dan photoshoot album yang cukup depressing.


Tapiii, lesson learned. Taylor memang penuh dengan kejutan. Secara cohesiveness, album ini masih kalah sama Reputation atau 1989. Tapi dari segi kualitas, Midnights berhasil menjadi album pop Taylor dengan critical acclaim terbaik. Sesuai dengan slogannya, "Meet me at midnight", lagu-lagunya bukan lagu pop yang punya klimaks yang hebring. Midnights menyuguhkan lagu-lagu pop yang cocok buat didenger ditengah malam. Upbeat, namun nggak overpowering. Jadi poin plus sih, karena biasanya lagu yang terlalu upbeat, atau terlalu mengandalkan klimaks bisa bikin cepet bosen. Dan nggak lupa dimention kalau this album is a fast grower. Mayoritas nggak akan ngeh akan semuanya di first listen karena warna tiap track yang beda-beda, tapi second time listen akan bikin kamu mulai mengapresiasi album ini secara keseluruhan.


Konsep lirikal self-loathing, self-deprecated yang lagi-lagi jadi tindakan jenius; menjadikan kritik, hujatan, kemarahan publik akan dirinya menjadi karya yang *chef's kiss* tanpa terkesan artifical. Taylor Swift seolah mengacungkan dua jari tengahnya didepan media dan berteriak "And if I'm the problem, so what?!". Tema ini jadi beneficial buat public persona Taylor yang selain kualitas musiknya makin diapresiasi, Taylor menunjukkan flaw, insecuritiesnya tanpa mengglorifikasi ataupun memberi celah media dan publik untuk menggunakannya sebagai materi olokan jadi langkah yang keren, cerdik namun tetap humble.



9.3/10

Comments


bottom of page