Doctor Strange in the Multiverse of Madness Review
- Ari W.P
- Aug 12, 2022
- 3 min read

Filmnya baru aja tayang kemarin (5/5/22), tapi nggak ada ruginya dibuat reviewnya sekarang dong ya. Disclaimer dulu, postingan ini mengandung spoiler dari awal sampe akhir film, termasuk surprise cameos. Sebelum kamu nonton film ini, sangat disarankan untuk menonton serial “WandaVision”, film “Doctor Strange” (2016), dan “Spiderman: No Way Home” karena tanpa nonton ketiga film/series ini, dijamin bakal nggak ngerti sama apa saja yang terjadi difilm. Warning dulu. Tulisan ini mengandung spoiler film “Doctor Strange in the Multiverse of Madness”. Singkatnya DSMOM ini ber-timeline setelah peristiwa Endgame. Avengers pecah, dan sisa-sisa Avengers mulai sibuk dengan dunianya masing-masing. Salah satunya Wanda dengan Hex dan keluarga palsunya, dan Doctor Strange (818) yang mencoba menata kembali hidupnya. Strange pertama kali bertemu dengan America Chavez dengan cara yang kurang menyenangkan. Chavez cukup pesimis dengan Strange karena di-universenya, (Defender) Strange yang jahat, perusak dan egois yang hampir membunuhnya ketika mencoba mengambil book of Vishanti. Namun Strange berhasil meyakinkan Chavez. FYI, di DSMOM ada 4 Stephen Strange. Strange 818, Strange 838, Defender Strange, dan Sinister Strange. Strange dan Chavez yang masih asing dengan multiverse meminta bantuan kepada Wanda, karena ada iblis yang mencoba mengejar Chavez. yang mampu berpindah-pindah universe. Sayangnya Chavez belum bisa mengendalikan powernya, jadi, kekuatanya membuka portal multiverse hanya bisa terjadi kalau Chavez benar-benar dalam perasaan takut dan panik. Nggak hanya bertarung dengan ‘Iblis", namun juga Wanda yang sudah berubah menjadi Scarlet Witch.
DSMOM benar-benar menyajikan resep baru dari Marvel Studios yang selama ini punya formula standar a la superhero pada normalnya. Dari detik awal film kita sudah diperlihatkan pertarungan Strange. 10 menit pertama, baru aja nafas, udah dikasih pertarungan dan konflik emosional Chavez vs Strange. 2 jam lebih nonstop konflik, jadi siap-siap pegel nontonnya. Nggak cuma itu aja yang beda, tapi juga unsur horror yang terasa kuat dalam film ini. Wong, Raimi yang menyutradarai. Sebelumnya gue nggak begitu berharap banyak secara ini film Disney, Marvel pula. Sehorror apa sih mereka berani buat? Pas nonton, jantung ini ga berhenti loncat tebing. Jumpscare tidak berlebihan namun cukup membuat alert para penonton meninggi selama menonton. Nggak jarang terdengar, “Ini mah, film horror!”, selama gue menonton didalam teater bioskop. Cukup jatuh cinta dengan ramuan baru Marvel yang berani mengambil genre horror yang berjodoh dengan alur cerita film. Karakter dan kekuatan Wanda (or I would say Scarlet Witch) disini benar-benar ganas. Seluruh anggota Kamar-Taj aja lewat sama doi. Dari DSMOM, gue berani menyimpulkan bahwa lebih serem dikejar Scarlet Witch ketimbang dikejar mbak Kunti atau mas Poci. Strange yang ternyata masih gagal move on dan lowkey bucin banget sama Christine, jadi ngubah perspektif gue terhadap om Stephen. Chavez, karakter baru yang unik dan menjadi elemen utama dari film ini. Walaupun agak annoying karena teriak-teriak terus, tapi nggak apa-apalah, masih clueless sama apa yang terjadi. Agak menyayangkan kalau karakter sekelas Wong seolah jadi angin lewat, padahal doi Sorcerer Supreme. Beberapa cameo karakter Marvel lain juga nggak se-meaningful film-film Marvel lain yang punya guest cameo juga. Rasanya DSMOM akan baik-baik saja tanpa mereka. Seperti Marvel ingin mengulang kesuksesan cameo Andrew dan Tobey di ’No Way Home’. Rasanya nggak tepat, karena banyak cameo yang sudah outdated seperti Captain Carter, atau Peggy yang seriesnya sudah tuntas dari 6 tahun lalu (2015-2016), Mr. Fantastic yang seolah ingin dibangkitkan setelah film rebootnya terjun payung ditahun 2015 lalu, Maria Rambeau yang belum begitu dikenal secara personal, dari film Captain Marvel (2019) karena sebatas karakter side-kick, atau Black Bolt yang nggak begitu diantisipasi. Namun nggak semuanya buruk, ada Clea (Charlize Theron) yang dinantikan para audience akan penampilan selanjutnya.
Namun, film ini berhasil membuat perasaan gue diaduk-aduk, baper banget sama Strange x Christine dan 'perjuangan’ Wanda untuk bisa bertemu anak-anaknya. Gue enggak memilih side atau pihak karena rasanya mereka berdua punya struggle yang sama-sama berat. Strange yang dihantui rasa penyesalan tanpa henti, Wanda yang belum bisa menerima dengan realitanya (keluarganya udah berpulang, Vision sudah 'mati’). Perasaan sedih, simpatik, marah, kesal, lega semua ada jadi satu difilm ini. Banyak reviewer yang merasa ini adalah poin negatif, menurut gue ini adalah kelebihan tersendiri. Nggak perlu dibahas lagi soal akting para aktor-aktrisnya, jelas juara.
Untuk DSMOM, banyak aspek positif seperti:
Formula unik
Konflik yang terasa personal
Action sequence yang unik
Horror yang sesuai dengan porsinya
Estetika
Fast paced yang tidak berlebihan
Namun nggak luput dari beberapa kekurangan;
Karakter pendukung yang hambar
Cameos yang nggak memorable sama sekali
Kurangnya eksplorasi “Multiverse”
Karena kurang remarkable dan masih banyak plot hole yang harusnya nggak terjadi, film ini hanya sebatas: 6.5/10
Comments