Rushmore Review
- Ari W.P
- Aug 9, 2022
- 3 min read
Updated: Aug 12, 2022

Disclaimer: Spoiler Warning
Max Fisher, remaja 15 tahun yang merupakan (mantan) pelajar dari sekolah SMA Rushmore yang terjebak dalam cinta segitiga antara Herman Blume (Bill Murray), seorang industrialis kaya raya yang hidupnya empty dan Rosemary Cross, seorang guru muda baru di SMA Rushmore.
Garis besarnya; Max ini murid yang punya imajinasi tinggi, punya ilmu komunikasi yang baik, tapi kurang dianggap “kece” diantara peers-nya. Bahkan doi suka dijadikan objek bullyan sama temen seangkatanya, Magnus. Max ini bukan anak yang pinter-pinter amat, bisa dibilang nilainya cukup memprihatinkan, tapi kreatifitasnya bagus banget. Sayang, SMA Rushmore ini adalah sekolah yang lebih memperhatikan nilai akademik ketimbang softskill atau bakat non-akademik murid-muridnya. Pada akhirnya, mau tidak mau, Max harus dikeluarkan dari SMA Rushmore karena sudah berulangkali mendapatkan nilai yang kurang mencukupi. Nah, setelah Max udah keluar, ada guru baru cantik di SMA Rushmore namanya Miss Cross, yang Max taksir dan coba deketin. Miss Cross nganggep hal ini adalah hal yang aneh secara umur mereka terpaut jauh, walaupun udah ditolak berkali-kali, Max tetep petrus jakandor alias pepet terus jangan kasih kendor. Little did he know, ternyata bestienya, Pak Blume juga naksir sama Miss Cross.
FYI, Miss Cross ini janda yang suaminya udah meninggal karena suicide. Jadinya cowok-cowok yang mau deketin dia bakal semakin sulit karena cintanya ke mantan suaminya ga luntur-luntur. Max jadi tau Pak Blume naksir Miss Cross ini karena Dirk–Sidekicknya Max yang udah mantau sikap Pak Blume ke Miss Cross yang udah keliatan benih-benih cintanya.
Akhirnya si Max cemburu dan jadi dendam sama Pak Blume. Berbagai hal iseng dia kerjain, mulai dari ngempesin roda Pak Blume, nge-cepuin pak Blume yang selingkuh perasaan ke istrinya Pak Blume, dan hal-hal lain yang bikin geleng-geleng kepala. Begitu juga dengan Pak Blume yang nggak mau kalah buat ngebales kelakuan yang dia terima.
Secara estetika, ini bukan film terbaik Wes Anderson. Perlu dimaklumi karena according to Wes himself, ini film proper pertamanya. Namun untuk ukuran film proper pertama, dari segi plot dan karakter udah juara dan cukup solid. Wes berhasil membuat gue menempatkan Max Fischer menjadi salah satu comfort karakter. Max ini nggak sempurna, namun sebagai manusia yang pernah jadi remaja 15 tahunan yang selalu bimbang, impulsif, sok tahu, nggak dewasa dalam menghadapi suatu rintangan. Rasanya karakter Max begitu komplit dengan membuatnya agak cupu, namun masih mempunyai keunggulan dibidang non-akademik. Kalau dilihat dengan kacamata moralitas 2022, tentu saja film ini akan memancing banyak kontroversi, namun, it is what it is. Nggak hanya dengan kehidupan sekolahnya, namun juga sosialnya yang bisa kita relate sehari-hari. Kebohongan-kebohongan kecil juga nggak segan dilontarkan demi mengikuti kehidupan sosial di SMA Rushmore yang notabene adalah sekolah elit.
Wes nggak hanya totalitas dengan karakter Max, Miss Cross juga punya karakter yang unik. Dia punya moral yang kuat, dan nggak terkesan trope perempuan bijak biasa. Blume yang awalnya terkesan boring dan datar, ternyata bisa kekanakan juga setelah kisah cintanya diacak-acak sama duo Max dan Dirk.
Overall, Rushmore ini adalah film coming-of-age yang cukup sempurna. Ide pokoknya general, namun pengemasan alurnya tak ada duanya. Selain itu, film ini tidak terasa berlebihan dalam segi trope-trope ala film remaja pada umumnya, tidak perlu banyak karakter cliché, tidak perlu memaksakan tujuan karakter utama tercapai, tidak perlu memberikan happy ending untuk setiap karakter.
Wes selalu pandai dalam menutup sebuah cerita agar para penontonya puas, walaupun dengan ending yang tidak diinginkan namun tetap memuaskan. Ending yang sempurna adalah salah satu elemen film coming-of-age yang sering dilupakan oleh para sutradara, maka dari itu saya kasih poin lebih untuk Wes atas keberhasilan ending Rushmore yang tak hanya pantas, namun juga heart-warming.
9/10
Comments